BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa
nifas merupakan proses alamiah dan normal. Masa ini adalah salah satu fase
dalam kehidupan wanita pada masa reproduksi. Wanita akan mengalami sekali,dua
kali, bahkan berkali-kali hamil dan bersalin dan nifas dalam kehidupannya. Dan
setiap proses persalinan mempunyai pengalaman yang berbeda-beda pada 2-6 jam
post partum. Nifas juga melibatkan aspek fisik dan psikis, wanita akan
mengalami perubahan dari keadaan setelah melahirkan. Pada beberapa ibu nifas
keadaan tersebut berlangsung secara normal. Namun, ada beberapa ibu yang
mengalami hambatan dan gangguan dalam menghadapi proses masa nifas tersebut.
Oleh karena itu asuhan Post Natal Care harus diberikan dengan baik untuk
mengetahui komplikasi lebih dini. Infeksi masa nifas (post partum) merupakan
penyebab kematian pada ibu yang kedua (terpenting) , kematian dalam pasca
persalinan karena infeksi uterus. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi abses pelvik, peritoritis, syok septik, thombosis vena dalam
embon pulmonal, infeksi pervik menahun, dispereunia, penyumbatan pada tuba dan
infertilitas.
Yang sangat erat hubungannya dengan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berorientasi pada klien. Secara keseluruhan bagian ini diharapkan menjadi acuan untuk asuhan antenatal dan persalinan dasar.
Yang sangat erat hubungannya dengan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berorientasi pada klien. Secara keseluruhan bagian ini diharapkan menjadi acuan untuk asuhan antenatal dan persalinan dasar.
B.
Tujuan
a. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan Post Natal
Care dengan Peritonitis
b. Tujuan khusus
v mahasiswa
memahami dan mengerti tentang pengertian asuhan Peritonitis
v mahasiswa dapat mengenal tanda – tanda dan
Gejala Peritonitis
v mahasiswa
mengetahui komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pasien dengan Peritonitis
v mahasiswa mengetahui cara mengatasi
pertolongan pertama pada pasien peritonitis.
C.
Manfaat
Makalah
ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga
dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Peritonitis
merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas
abdomen dan organ yang terletak didalamnya.
Peritonitis adalah inflamasi
peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera
merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis
/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan pada
peritonitis yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis
adalah suatu respon inflamasi atau
supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi
bakteri.
Peritoneum adalah mesoderm lamina
lateralis yang bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding
dari sepasang rongga yaitu coelm. Diantara kedua rongga terdapat entoderm yang
merupakan dinding enteron. Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga
mesoderm, dorsal, dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut
menjadi peritonium.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3,
yaitu :
1. Lembaran yang menutupi dinding usus,
disebut lamina visceralis (tunika serosa)
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam
abdomen disebut lamina parietalis
3. Lembaran yang menghubungkan lamina
visceralis dan lamina parietalis
Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh
limfe uterus, para metritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis
meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritonitis adalah infeksi nifas yang dapat menyebar melalui
pembuluh limfe yang berada di dalam uterus langsung mencapai peritoneum.
Peritonitis
adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan
meliputi organ-organ dalam. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat
berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal
melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada
faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah
komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat
juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis.
Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.
B. Etiologi
Bila
ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer
(peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada
organviseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah
terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan
menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi
peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena
infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat
penyakit hati kronik. Kira - kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis
dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis
bakterial.
Peritonitis primer disebabkan
oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening ke peritoneum.
Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus peritonitis
primer.
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder,
disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius
dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon
asenden (usus halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian atas
termasuk pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari trauma
endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering
terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi non
infeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi
seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya
apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko kurang dari
10% terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya
peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum,
pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan
transfusi yang pasif.
Peritonitis
umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat.
Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,
ada defense musculaire, muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat,
mata cekung, kulit muka dingin.
C. Patofisiologis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limpe di dalam uterus
langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis atau melalui jaringan
diantara kedua ligamentum latum dan menyebabkan parametritis (Sellulisis
Pelvika).
Peritonitis
mungkin terbatas pada rongga pelvis saja (pelvio peritonilis). Peritonilis umum
merupakan komplikasi yang berbahaya dan mrupakan sepertiga dari sebab kematian
infeksi.
Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan, yakni :
1.
Penyebaran melalui limpe dari luka serviks yang terinfeksi atau endometritis.
2.
Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum.
3. Penyebaran sekunder dari
tromboflebilis pelvik, proses ini dapat tinggal terbatas
pada dasar ligamentum
latum/menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan.
D.
Tanda dan Gejala
Diagnosis
peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen)
dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga
menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum
ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang
karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita
dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru
disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
E.
Klasifikasi
Berdasarkan
patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam
abdomen.Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus
atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Spesifik : misalnya Tuberculosis
2.
Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi
dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom
nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis
dengan asites.
b.
Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal
tidak akan menyebabkan peritonitis yangfatal. Sinergisme dari multipel
organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteriianaerob,khususnya
spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam
menimbulkan infeksi.
1. Luka/trauma
penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
2. Perforasi
organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahankimia, perforasi usus sehingga feces
keluar dari usus.
3. Komplikasi
dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
c.
Peritonitis tersier
v Peritonitis yang
disebabkan oleh jamur
v Peritonitis yang
sumber kumannya tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan
oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah
pankreas, dan urine.
d. Peritonitis Bentuk lain dari
peritonitis:
1. Aseptik/steril
peritonitis
2. Granulomatous
peritonitis
3.
Hiperlipidemik peritonitis
4.
Talkum peritonitis
F. Diagnosis
Foto rontgen
diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang
terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk
adanya perforasi.
Kadang-kadang
sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang akan
diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan
memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan
eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.
G.
Penatalaksanaan
a. Pencegahan
v Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan
pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
v Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam
jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan
banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut
dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci
hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan
harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut
keperluan.
v Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki
kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan
dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
b. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan
pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi
yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman
penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi
dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang
begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis
(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat
baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan
peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat
diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin
3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang peniciline resisten, tahan
terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin,
dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic
dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk mempercepat
penyembuhan infeksi tersebut.
Karena peritonitis berpotensi mengancam
kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.
Secara jelas, penatalaksanaan
pada peritonitis yaitu ;
1. Bila
peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan
sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa
infuse NaCl
atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit
dan kehilangan protein.
Lakukan
nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan
dalam usus.
2. Berikan
antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
Ampisilin 2g IV, kemudian
1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari
dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Antibiotik
harus
diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut
di beri
Abot Miller
tube.
3. Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan
rasa nyeri. Minuman dan
makanan per os baru di berikan setelah
ada platus.
4. Bila infeksi mulai reda dan kondisi
pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat diupayakan.
5. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk
mencegah peritonitis. Bila
perforasi
tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap
abses.
Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan
pembedahan (laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :
v
Pada pemeriksaan
fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama
jika
meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia
progresif),
tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi,
memburuknya
pasien saat ditangani).
v
Pada pemeriksaan
radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
bahan
kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
· Pemeriksaan endoskopi
didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang
tidak teratasi.
· Pemeriksaan
laboratorium.
v
Pembedahan dilakukan
bertujuan untuk :
· Mengeliminasi sumber
infeksi.
· Mengurangi
kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
· Pencegahan infeksi
intra abdomen berkelanjutan.
v Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan
bidan) yang diberikan antara lain:
Penggantian cairan, koloid dan
elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri
antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen
dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan okesigenasi secara adekuat,
tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk ventilasi
diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik, terapi
hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi
modulasi respon peradangan.
v Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan
keperawatan/kebidanan selama masa pra, intra, post operatif maka tindakan bidan
atau perawat harus memahami tahapan- tahapan yang dilakukan pada seorang
pasien, tahapan tersebut, mencakup tiga fase yaitu :
a. Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif
dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika
pasien digiring ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di
klinik, rumah sakit atau di rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun,
aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien
pra-operatif ditempat ruang operasi
b. Fase
intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah
kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV),
memberikan medikasi melalui intervena
sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh,
aktivitas keperawatan terbatas hanya pada
menggemban tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam
peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien
diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran tubuh
c. Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya
pasien keruang pemulihan dan
berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan
mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini . Pada fase
pasca-operatif
langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus
pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
yang berhasil dan rehabilitasi
diikuti
dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini.
Kapan
berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan pengkajian, diagnose
keperawatan,
intervensi dan evaluasi diuraikan.
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
Karena berkat karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Dan
penulis berharap semoga makalah ini dapat diterima untuk dapat digunakan
sebagai dasar dalam melakukan pembelajaran dalam materi ini dan juga sebagai
sarana untuk menambah wawasan semua pihak yang membacanya.
Kami
sebagai penulis sangat menyadari sepenuhnya, bahwa terselesainya makalah ini
adalah berkat kerja sama yang baik dari semua pihak yang telah membantu kami
dalam penyusunana makalah ini.
Sebagai penulis, kami sangat menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan dalam
penyusunan makalah yang akan datang.
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar :
Daftar
isi :
BAB
I :
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Tujuan
C.
Manfaat
BAB
II :
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Peritonitis
B.
Etiologi
C.
Patofisiologi
D.
Tanda dan Gejala
E.
Klasifikasi
F.
Diagnosis
G.
Penatalaksanaan
BAB
III :
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran dan Kritik
DAFTAR
PUSTAKA
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis
yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ
perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif
melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati
atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa
peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap
invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong
nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang
bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang
kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi pada
peritonitis adalah
1.
Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
2. Terapi antibiotika memegang
peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas.
3.
Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
4.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
B. Saran dan Kritik
Sebagai seorang Bidan seharusnya bisa mengetahui
tanda dan gejala peritonitis maupun gejala patologi kebidanan yang lain.
Sehingga Bidan mampu mendiagnosa dan bisa mengambil keputusan secara cepat dan
tepat dalam menangani pasien .
DAFTAR PUSTAKA
Bagian
Obstetri Dan Ginekologi FK, UNPAD. 1984.OBSTETRI PATOLOGI. Bandung : Elstar
Offset.
Mansjoer,
Arif dkk. 2001.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Unifersitas Indonesia.
Maryunani,
Anik. 2002. MODUL SEPSIS PUERPERALIS MATERI PENDIDIKAN KEBIDANAN. Jakarta : EGC
Prawirohardjo,
Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa printer.
Rukiyah,
Ai yeyeh dkk. 2010. Asuhan Kebidanan
IV. Jakarta : CV. Trans Info Media
Saifuddin,
Abdul Bari. 2008. PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. ILMU
KEBIDANAN. Edisi IV. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro,
Hanifa. 2007. ILMU KANDUNGAN. Edisi II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar